Reog (Ponorogo)
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Sejarah]
Pertunjukan
reog di Ponorogo tahun 1920. Selain reog, terdapat pula penari kuda kepang dan
bujangganong.
Ada lima versi cerita populer
yang berkembang di masyarakat tentang asal usul Reog dan Warok, namun salah
satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki
Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi,
Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki
Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang
berasal dari Tiongkok, selain itu juga murka kepada rajanya dalam
pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan
berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia
mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu
kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari
kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil
untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan
melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran"
kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi
cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan
kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog
ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa
barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan
diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang
menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala
gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang
menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang
menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng
badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang
berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan
menggunakan giginya [2]. Kepopuleran Reog
Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil
tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan
cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok.
Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun
begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena
sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya
memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat
Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit,
dan Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog
Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri
Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja
Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa,
sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan
Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian
hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan.
Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan
Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para
penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo
hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya
yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia
yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan
terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang
awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut
garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
Pementasan Seni Reog
Reog Ponorogo
Reog modern biasanya dipentaskan
dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar
Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian
pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan
pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini
menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang
dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini
biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini
dinamakan tari jaran kepang atau jathilan, yang harus
dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping.
Tarian pembukaan lainnya jika ada
biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu yang disebut
Bujang Ganong atau Ganongan.
Setelah tarian pembukaan selesai,
baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog
ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah
adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita
pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya
tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara
pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan
penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh
pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam
pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa
barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota
yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai
50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan
untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga
dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.
Tokoh-tokoh dalam seni Reog]
Jathil
Jathilan
(depan)
Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan ekspresi atau greget sang penari.
Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan ekspresi atau greget sang penari.
Jathilan ini pada mulanya
ditarikan oleh laki-laki yang halus, berparas ganteng atau mirip dengan wanita
yang cantik. Gerak tarinya pun lebih cenderung feminin. Sejak tahun 1980-an
ketika tim kesenian Reog Ponorogo hendak dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ
(Pekan Raya Jakarta), penari jathilan diganti oleh para penari putri dengan
alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada kesenian Reog
Ponorogo lebih cenderung pada halus, lincah, genit. Hal ini didukung oleh pola
ritmis gerak tari yang silih berganti antara irama mlaku (lugu)
dan irama ngracik.
Warok
Warok
Ponorogo
"Warok" yang berasal
dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan
dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang
kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk
atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik.Warok iku wong
kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (Warok
adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada
pengendapan batin).
Warok merupakan karakter/ciri
khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dahulu yang
diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga
dari kesenian Reog yang tidak terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit
kesenian Reog Ponorogo. Warok adalah seorang yang betul-betul menguasai ilmu
baik lahir maupun batin.
Barongan (Dadak merak)
Barongan
(Dadak merak)
Barongan (Dadak merak) merupakan
peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo.
Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan), terbuat dari kerangka
kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong. Dadak merak, kerangka
terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu merak untuk
menggambarkan seekor merak sedang mengembangkan bulunya dan menggigit untaian
manik - manik (tasbih). Krakapterbuat dari kain beludru warna hitam
disulam dengan monte, merupakan aksesoris dan tempat menuliskan
identitas group reog. [4] Dadak merak
ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan
beratnya hampir 50 kilogram.
Klono Sewandono
Prabu Klono
Sewandono
Klono Sewandono atau
Raja Kelono adalah seorang raja sakti mandraguna yang memiliki pusaka andalan
berupa Cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai Pecut Samandiman kemana
saja pergi sang Raja yang tampan dan masih muda ini selalu membawa pusaka
tersebut. Pusaka tersebut digunakan untuk melindungi dirinya. Kegagahan sang
Raja di gambarkan dalam gerak tari yang lincah serta berwibawa, dalam suatu
kisah Prabu Klono Sewandono berhasil menciptakan kesenian indah hasil dari daya
ciptanya untuk menuruti permintaan Putri (kekasihnya). Karena sang Raja dalam
keadaan mabuk asmara maka gerakan tarinyapun kadang menggambarkan seorang yang
sedang kasmaran.
Bujang Ganong (Ganongan
Bujang Ganong
(Ganongan)
Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih
Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai
keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di
tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak-anak. Bujang Ganong menggambarkan
sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan
sakti.
Kontroversi
Foto
tari Barongandi situs resmi Malaysia, yang memicu kontroversi.
Tarian sejenis Reog Ponorogo yang
ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan tetapi
memiliki unsur Islam. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak
merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu
merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs web resmi
Kementerian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada
topeng dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan
"Malaysia", dan diakui sebagai warisan masyarakat keturunan Jawa
yang banyak terdapat di Batu Pahat, Johor dan Selangor,
Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia,
termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian
Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan
dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Ditemukan
pula informasi bahwa dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah
buatan pengrajin Ponorogo. Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di
depan Kedutaan Malaysia di Jakarta. Pemerintah Indonesia menyatakan akan
meneliti lebih lanjut hal tersebut.
Pada akhir November 2007, Duta
Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan
bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya
asli negara itu. Reog yang disebut "Barongan" di Malaysia dapat
dijumpai di Johor dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke
negeri tersebut sebelum pembentukan negara Indonesia, menjadikan migran itu
tidak termasuk sebagai warga negara Indonesia.
No comments:
Post a Comment